Indonesia, PBB Sesungguhnya

Badan Pusat Statistik tahun 2010 mencatat Indonesia memiliki 1.128 suku bangsa. Data Kementerian Pertahanan menyebutkan ada 17.504 pulau yang teridentifikasi resmi di teritorial negara ini. Sedangkan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mendata 546 bahasa –bisa terus bertambah seiring perluasan sebaran penelitian– yang tersebar bersama perangkat adat, budaya dan etika sosial manusia Indonesia.

Karunia Allah SWT ini mesti kita tindak syukuri sebagai potensi yang bakal meraksasa manfaatnya, jika betul cara mengelola dan mengarahkannya. Tugas kita semua adalah bagaimana menjaga kerukunan dan kebersatuan potensi raksasa ini tetap dinamis bergerak dalam bingkai Pancasila, pengamalan UUD 1945, konsensus Bhinneka Tunggal Ika, dan visi abadi NKRI.

Tugas ke dalam mengelola perbedaan menjadi kekuatan, tugas ke luar meneladankan keragaman dalam kerukunan.

Khusus TNI,  amanat menjaga kerukunan potensi bangsa Indonesia dan merekat perdamaian manusia sedunia, tertuang secara eksplisit dalam UU No 34 Tahun 2004 tentang TNI, diantaranya melalui operasi militer selain perang (OMSP).

Sejauh ini, tugas tersebut relatif berjalan sukses dengan dipercayanya kita oleh PBB sebagai penengah konflik politik dan etnik di berbagai belahan dunia lewat mandat kontingen Garuda atau lebih dikenal Satgas Indonesian Batallion (Indobatt). 

Apalagi sejak didirikannya Pusat Misi Pemeliharaan Perdamaian (PMPP) 2011 lalu dilanjutkan kunjungan Sekjen PBB Ban Ki Moon ke Bukit Merah Putih, peran TNI dipandang kian strategis dan taktis dalam menyikapi geopolitik dunia yang dinamis.

Diantara contoh nyata yang dinilai dunia, tugas TNI sampai kini terbukti mampu mewarisi NKRI tetap bergerak hidup dinamis di tengah ancaman gesekan akibat perbedaan kesepakatan dan ulah spekulan.  

Selanjutnya melalui misi PMPP, kita tahu tugas TNI cukup berat mengingat besarnya amanat yang dibawa, terutama menjaga kodrat mulia Indonesia sebagai wujud ideal “PBB sesungguhnya”.

Selain harus berketerampilan multi guna plus kedewasaan ekstra luar biasa dalam mengelola potensi bangsa Indonesia yang sedemikian besarnya, PMPP juga dituntut menampilkan figur pribadi TNI “filantropi”, di mana sifat kasih adalah ciri utamanya.

Ada baiknya kita berkaca pada Presiden Barrack Obama yang diberitakan menyitir sila ke-lima Pancasila dalam pidatonya. Berita ini menyiratkan pesan bahwa ideologi perekat bangsa yang diidamkan dunia adalah Pancasila, dan itu sudah dimiliki Indonesia dengan TNI sebagai garda pengawalnya. 

Obama mungkin menginsafi, kekuatan Amerika yang menguasai teknonologi senjata pemusnah massal dan tindakan sok polisional belum berdaya apa-apa bagi upaya perdamaian dunia. Alih-alih dihormati, mereka justru banyak dimusuhi, akibat berusaha menyatukan ideologi dengan cara memaksa semua manusia di bawah kendali propagandanya.

Sekali lagi kita patut bersyukur, tupoksi TNI yang berjiwa Sapta Marga dan berideologi Pancasila, mampu menyatukan Indonesia yang terdiri dari ribuan suku bangsa.

Nah, akan menjadi ironi dan anomali ketika dunia yang diwakili Obama mengagumi harmoni kebangsaan kita seIndonesia, diundang sebagai wakil PBB yang mendamaikan pertikaian, namun di satu sisi TNI malah terjebak bertikai di dalam negeri sendiri. Ujian kasus kekerasan di Mapolres OKU menjadi persoalan yang mesti dijawab PMPP TNI, terlepas dari motif asumsi yang mengawali kejadian ini.

Tugas PMPP TNI sangat relevan memikirkan solusi persoalan ini. PMPP TNI perlu merumuskan modul integratif pembelajaran tentang kesiapsiagaan TNI sebagai figur penjaga perdamaian (peacekeeper) yang tidak mudah dipecah belah atau terjebak ego pribadi permainan politisi.

Pembelajaran PMPP TNI diawali dari menjaga kerukunan dan harmoni unsur-unsur internal TNI sendiri, serta bisa bekerjasama dengan aparat keamanan Indonesia lainnya. 

Saya bersyukur hari-hari ini, tupoksi tersebut mulai diakui masyarakat. Misalnya beberapa waktu lalu, TNI kita mampu menyelamatkan suporter sepakbola yang terjebak kerusuhan di Grobogan Jawa Tengah, mengatasi rusuh Pilkada Musi Rawas Sumsel, serta kabar TNI yang patroli wilayah perbatasan bersama tentara tetangga secara damai.

Jika tidak ada perubahan rencana, Presiden SBY menerima penghargaan “World Statesman Award” dari Appeal for Conscience Foundation (ACF) , suatu lembaga nirlaba yang bergerak menyerukan perdamaian antar-agama di di Amerika, akhir Mei ini.

Lepas dari pro dan kontra yang mengiringinya, penghargaan ini adalah tantangan ujian pembuktian bagi keberhasilan misi PMPP TNI, di mana Pak SBY mewakili figur TNI, warga negara Indonesia, sekaligus kepala negara yang meresmikan operasional PMPP TNI.

Peran penting PMPP TNI dalam upaya mendamaikan dunia efektif dimulai dari dalam negeri sendiri, yakni menjaga kerukunan dan kedamaian egenap komponen bangsa Indonesia yang terdiri dari sekitar 240 juta jiwa manusia.

Inilah Indonesia, “Persatuan Bangsa-Bangsa” sesungguhnya, tempat pembelajaran PMPP TNI sebelum bergerak membawa amanat United Nation (UN/PBB) dalam upaya perdamaian bangsa-bangsa dunia. 

Kita tidak pernah ragu keterampilan TNI dalam bertempur dan bersenjata. Perjuangan kemerdekaan menjadi pembuktian bahwa kemampuan perang kita cukup berdaya menjaga pertahanan negara. Bukti terkini, TNI memenangi juara umum lomba menembak AASAM 2013 di Australia, 29 April-19 Mei 2013 setelah jadi juara di beberapa even sebelumnya. 

Prestasi ini menegaskan kesiapan TNI baik dari individu maupun institusi, jika suatu saat nanti, upaya menjaga perdamaian dan kerukunan terpaksa mengharuskan solusi peperangan. Namun jauh dibalik kesiapan tempur itu, kehati-hatian mengelola ego jiwa serta kecerdasan visi menyayangi dan menyelamatkan sesama manusia, jauh lebih relevan dikedepankan.

Tantangan PMPP TNI ke depan ada kian komplek dan mendekat. Contohnya geopolitik dunia kini bergeser ke Asia, terutama ancaman gesekan di Laut Cina Selatan, di mana kepulauan Natuna milik kita termasuk berdempetan di ambang batas lautnya. Selain persoalan nyata mengenai perbatasan negara-negara tetangga di sekitar Asia Tenggara.

Ini menuntut kinerja PMPP TNI lebih cerdas lagi. PMPP TNI tidak hanya dibutuhkan menjaga perdamaian di luar negeri, tapi juga sangat didambakan merukunkan “Persatuan Bangsa-Bangsa” sesungguhnya, yaitu Indonesia. 

Mari berharap PMPP TNI bisa membawa peran strategis Indonesia sebagai teladan juru damai dunia (world arbitrator) sekaligus figur ideal persatuan bangsa-bangsa yang sebenarnya (the truly United Nation).

Kita ingin Indobatt Kontingen Garuda dikenal sebagai prajurit bersenjata yang siap menjaga perdamaian dunia, meneladankan Indonesia sebagai mercusuar budaya peradaban manusia sekaligus teladan kepemimpinan.

Kehadiran TNI kita bukanlah seperti posisi negara adikuasa yang bergaya polisi dunia atau hanya jadi serdadu swasta yang hanya diundang datang menikmati “bancakan” saat ada pertikaian. Dalam konteks ini, PMPP TNI dan kita semua masyarakat Indonesia patut merenungkan persan Panglima Besar Jenderal Sudirman:

“Ingat, bahwa prajurit Indonesia bukan prajurit sewaan, bukan prajurit yang menjual tenaganya karena hendak merebut sesuap nasi dan bukan pula prajurit yang mudah dibelokkan haluannya karena tipu dan nafsu kebendaan, tetapi prajurit Indonesia adalah dia yang masuk ke dalam tentara karena keinsyafan jiwanya, atas panggilan ibu pertiwi. Dengan setia membaktikan raga dan jiwanya bagi keluhuran bangsa dan negara.”

Bismillaah, melalui PMPP TNI, kita tempatkan Indonesia sebagai mercusuar budaya peradaban manusia, teladan kepempimpinan dunia dan Persatuan Bangsa Bangsa sesungguhnya !

Tentang Gus Adhim

| gembala desa | santri pembelajar selamanya di SPMAA | hobi fotografi untuk aksi filantropi | enthusiast of ICT & military | gadget collector | pengguna & penganjur F/OSS | IkhwaanuLinux | writerpreneur | backpacker | guru bahasa & TIK | pekerja sosial profesional |
Pos ini dipublikasikan di Adhimlaku2. Tandai permalink.

Tinggalkan komentar